STUDI AL
– QUR’AN
“AL-QUR’AN
SURAT AN – NISA’ AYAT 3”
NAMA KELOMPOK :
1
|
Shofia Fajrin Hardiyanti
|
210611068
|
2
|
Luluk Ida Wati
|
210611069
|
3
|
Nuning Farida
|
210611070
|
STAIN
PONOROGO 2011
Dosen Pengampu
Umar Sidiq, M.Ag
NIP. 197606172008011012
|
Surat An-Nisa’ Ayat 3 [1]
وَاِنْ خِتُمْ اَلاّ تُقْسِطًوْا فِى الْيٰتٰمٰى
فَنْكِحُوْا مَا طَا بَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ
فَاِنْ اَلاَّ تَعْدِ لُوْا فَوَا حِدَةً
اَوْمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ
اَدْنٰٓىٓ اَلاَّ تَعْلُوْا
Mufrodat
Dari perempuan-perempuan (selain
mereka)
|
مِّنَ النِّسَآءِ
|
Dan jika
|
وَاِنْ
|
Dua orang
|
مَثْنٰى
|
Kalian takut/khawatir
|
خِتُمْ
|
Dan tiga orang
|
وَثُلٰثَ
|
Bahwa tidak(dapat)
|
اَلاَّ
|
Dan empat orang
|
وَرُبٰعَ
|
Kalian berlaku adil
|
تُقْسِطًوْا
|
Kalian berlaku adil
|
تَعْدِ لُوْا
|
Atau
|
اَو
|
Maka (nikahilah) satu orang saja
|
فَوَا حِدَةً
|
(menikahi) wanita-wanita yatim
|
الْيٰتٰمٰى
|
Hamba sahaya yang kalian miliki
|
مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ مَا
|
Maka kalian nikahilah
|
فَنْكِحُوْا
|
Lebih dekat
|
اَدْنٰٓىٓ
|
Apa (siapa) yang
|
مَا
|
Agar tidak
|
اَلاَّ
|
Baik/halal/disukai
|
طَا بَ
|
Kalian berlaku zalim (tidak adil)
|
تَعْلُوْا
|
Bagi laki-laki
|
لَكُمْ
|
Artinya :
3. Dan
jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
Berlaku adil[2],
Maka (kawinilah) seorang saja[3], atau budak-budak yang
kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Asbabun Nuzul
Aisyah r.a menjelaskan bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki yang suatu ketika menguasai
anak yatim, kemudian dinikahinya. Ia mengadakan perserikatan harta untuk
berdagang dengan wanita yatim yang menjadi tanggungannya itu. Karena itu, di
dalam pernikahan ia tidak memberi apa-apa dan menguasai
seluruh harta perserikatan itu, hingga wanita itu tidak mempunyai kuasa apapun.(H.R.Bukhari)[4]
عَنْ عَائِشَةَ رَظِيَ اللهُ عَنْهَا اَنَّ رَجُلاً كَا نَتْ لَهُ يَتِمَةُ
فَنَكَحَهَا, وَكَا نَ لَهَا عَدْ قٌ وَكَا نَ يُمْسِكُهَا عَلَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ
لَهَا مِنْ نَفْسِهِ سَى ءٌ فَنَزَ لَتْ فِيْهِ (وَاِنْ خِتُمْ اَنْ لاَ
تُقْسِطُوْا فِى اليَتا مَى )
أخْسِبُهُ قَا لَ , كَا نَتْ شَرِيْكَتُهُ ذَلِكَ العَذْ قِ وَ فِى مَا لِهِ .[5]
Artinya :
Dari
Aisyah R.A “Sesungguhnya seorang laki-laki memiliki seorang perempuan yatim,
lalu dia menikahinya, dan perempuan itu memiliki adzq (pohon kurma). Dia
sengaja menahannya karena harta itu, sementara dia tidak memiliki perasaan
apapun terhadap perempuan tersebut. Maka
turunlah, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya)”. Aku kira beliau berkata, “Dia
adalah sekutunya pada kurma dan pada hartanya.”
Ayat Al-Qur’an lain sebagai pendukung
Terhadap hamba sahaya
tidak diwajibkan berlaku adil. Mereka hanya berhak mendapatkan nafkah hidup
sehari-hari.[6]
وَاِنْ خِتُمْ اَلاّ تُقْسِطًوْا فِى الْيٰتٰمٰى فَنْكِحُوْا مَا طَا بَ
لَكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ[7]
Dan apabila kamu
merasa takut terhadap dirimu sendiri karena khawatir memakan harta istri yang
yatim, janganlah kamu kawin dengannya. Karena sesungguhnya Allah telah
keleluasaan terhadap kamu untuk tidak
menikahi anak yatim, yaitu dengan menghalalkan kamu boleh nikah dengan wanita-wanita
selain yatim, satu, dua, tiga, atau empat
Orang-orang Arab mengatakan di dalam pembicaraan mereka Iqtasimu
alfa dirhamain; Hadza dirhamain dirhamain; Wa tsalatsah tsalatsah; Wa arba’ah
arba’ah ; dengan arti bahwa setiap orang di antara mereka masing-masing
mengambil dua dirham saja, atau tiga dirham, atau empat dirham, dari yang
seribu dirham itu. Seandainya engkau menjadikannya dalam bentuk tunggal,
misalnya engkau katakana : Iqtasimuhu dirhamaiwa Tsalatsah wa arba’ah (Bagaikan
seribu dirham ini dua dirham dan tiga dirham dan empat dirham), maka perkataan
seperti itu, menurut bahasa Arab, tidak diperbolehkan.
فَاِنْ اَلاَّ تَعْدِ لُوْا فَوَا
حِدَةً[8]
Tetapi jika kamu
merasa tidak akan bisa berbuat adil di antara dua orang istri atau
istri-istrimu, maka kamu harus memegang satu istri saja. Perasaan takut tidak
bisa berbuat adil bisa dirasakan dengan zhan (kepastian) dan (juga) bisa
dengan syak (ragu-ragu). Laki-laki yang diperbolehkan lebih dari satu
hanyalah orang yang merasa yakin dirinya bisa berbuat adil terhadap
istri-istrinya nanti. Keyakinan dalam hal itu tidak boleh dicampuri dengan
perasaan ragu-ragu.
اَوْمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ [9]
Hendaknya kalian
mencukupkan seorang istri dari wanita-wanita merdeka, dan bersenang-senanglah
dengan wanita yang kamu sukai dari hamba-hamba wanita, karena tidak ada
kewajiban berbuat adil di antara mereka. Tetapi, mereka hanya mendapat berhak
kecukupan nafkah, sesuai dengan standar yang berlaku dikalangan mereka.
ذٰلِكَ اَدْنٰٓىٓ اَلاَّ تَعْلُوْا
Memilih
seorang istri atau mengambil gundik lebih baik menghindari zalim dan aniaya.
Kesimpulannya, bahwa menjauhi perbuatan zalim
Kesimpulannya bahwa menjauhi
perbuatab zalim adalah dasar disyariatkannya hukum perkawinan. Dalam hal ini
terkandung pengertian yang menunjukkan persyaratan adil dan wajib
melaksankannya, dan berbuat adil memang sulit diwujudkan sebagaimana diungkapkan
oleh firman-Nya :
وَلَنْ تَسْتَطِعُوْا اَنْ تَعْدِلُوْ بَيْنَ النِّس.
(النساء : ١٢٩)
Artinya
:
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil
diantara istri-istrimu,walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.
(Q.S.An-Nisa’ : 129)
Kandungan
Ayat
[10]Pernikahan adalah akad yang
menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong
antara seorang laki-laki dan perempuan
yang bukan mahram
Nikah adalah salah satu azas pokok
hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Sebenarnya
pertalian nikah adalah pertalian yang setengah-setengah dalam hidup damn
kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan
antara dua keluarga dengan pernikahan seseorang akan terpelihara dari
kebinasaan dan hawa nafsunya.
[11]Allah membolehkan bersistri lebih dari
satu (polygamy, tapi dibatasi sebanyak-banyakna empat orang, dengan ketentuan
mampu berlaku adil antara semua istri itu, baik dalam hal makan, minum,
perumahan, giliran dan sebagainya. Tidak boleh diadakan perbedaan antara
istri yang kaya dan yang miskin, antara yang bangsawan dan yang bujkan
bangsawan. Seorang lelaki yang jelas tidak mampu menjamin diri dan hatinya
untuk berlaku adil, dan tidak mampu menetapi hak-hak para istrinya jika ia
berpoligamy, maka ia tetap diharamkan berpoligamy. Andaikata ia mampu berlaku
adil untuk tiga orang istri, sdangkan untuk yang ke-empat tidak, maka haram ia
menikahi wanita yang ke-empat. Begitu juga bila ia hanya mampu berlaku adil dua
orang istri, sedangkan untuk yang ke-tiga tidak, maka haram ia menikahi istri
yang ke-tiga. Selanjutnya bila ia hanya mampu berlaku adil untuk seorang istri,
sedangkan untuk yang kedua tidak, maka haram pula ia menikahi istri yang
ke-dua, Ia hanya boleh beristri seorang saya (monogamy).
Yang dimaksud dengan “adil” di sini, adalah sikap menyamakan dalam batas
lahiriyah, misalnya persamaan dalam hal perumahan, pakaian, dan sebagainya.
Adapun hal-hal di luar kemampuan seseorang, misalnya cenderung hati seorang
suami, untuk mencintai istrinya yang muda dan cantik melebihi dari yang lain,
makadalam hal ini suami tidak dibebani supaya membagi cintanya sama rata dengan
semua istrinya, asal istri yang lain itu tidak diabakan begitu saja. Rasulullah
sendiri di akhir hidup lebih bnayak lebih bnayak cenderung kepada ‘Aisyah
dengan kerelaan hati dari istri beliau yang lain. Untuk ini beliau berdo’a : “
Ya Tuhan, kecenderungan dalam hatiku ini dalah naluri yang aku miliki. Dan
janganlah aku disiksa terhadap hal-halyang diluar ketentuan naluri yang
kumiliki.” Kiranya naluri cinta yang bersarang di dalam hati, tidak dapat
disamakan dengan benda yang dapat dibagi sama rata.
Berbagai
Keistimewaan Poligami Ketika Diperlukan [12]
Pada prinsipnya kebahagiaan rumah
tangga bagi seorang suami hanya apabila mempunyai seorang istri saja karena
bentuk rumah tangga seperti itu adalah yang paling sempurna, yang seharusnya
dipelihara setiap individu dan diyakini. Tetapi terkadang memang ada beberapa
kondisi yang dialami seseorang yang mendorongnya menyimpang dari ketentuan
tersebut, karena ada kemaslahatan penting yang berkaitan dengan kehidupan rumah
tangganya atau umatnya. Sehingga poligamy bagi dirinya tidak bisa dielakkan
lagi. Kondisi-kondisi tersebut ialah sebagai berikut :
- Bila seorang suami beristrikan seorang wanita mandul, sedangkan ia sangat mengharapkan anak. Termasuk kemaslahatan sang istri dan kemaslahatan mereka (suami istri), hendaknya sang suami menetapkan istri pertamanya, kemudian mengawini wanita lain. Terlebih jika status sang suami sebagai orang terpandang dan memiliki kekayaan, misalnya, seorang raja atau amir.
- Bila istri telah tua dan mencapai umur yaisah (tidak haid lagi) kemudian sang suami berkeinginan mempunyai anak dan ia mampu memeberikan nafkah kepada lebih dari seorang istri, mampu pula menjamin kebutuhan anak-anaknya termasuk pendidikan mereka.
- Bila sang suami merasa tidak cukup hanya mempunyai seorang istri, demi terpeliharanya kehormatan diri (agar tidak berzina) karena kapabilitas seksualnya memang mendorongnya untuk poligamy, sedang sang istri kebalikannya. Atau bisa juga karena masa haid sang istri, umpamanya, terlalu panjang, hingga memakan waktu sebagian besar dari bulannya, sehingga kini, posisi suami dihadapkan pada dua alternatif. Terkadang, ia harus kawin lagi atau terjerumus ke dalam perbuatan zina, yang akibatnya menyia-nyiakan agama, harta benda, dan kesehatannya. Akibatnya, lebih berbahaya bagi sang istri dibandingkan jika sang suami memadunya dengan istri lain yang disertai keadilan sang suami terhadap semuanya, sebagaimana yang menjadi syarat dibolehkannya poligamy dalam Islam.
- Bila diketahui dari hasil sen sus kaum wanita lebih banyak dari kaum pria, dalam suatu negara dengan perbandi gan yang mencolok. Hal itu bisa terjadi setelah suatu negara baru saja mengalami peperangan yang banyak menewaskan kaum pria. Dalam keadaan seperti itu, tidak ada sarana lain bagi wanita dalam mencari kasab, kecuali hanya dengan menjual diri (kehormatannya. Akibatnya, jelas akan membuat wanita itu hidup sengsara karena ia harus menjamin nafkah diri dan anak-anaknya yang telah kehilangan seorang ayah sebagai penanggung kebutuhan meraka terlebih lagi jika hal itu terjadi setelah melairkan dalam masa penyusuan, sungguh mengharukan.
Hikmah
Poligami yang Dilakukan Nabi Muhammad SAW. [13]
Nabi Muhammad SAW. selalu memelihara
kemaslahatan dalam memilih setiap wanita yang akan dijadikan istrinya. Untuk
itu, beliau menarik kabilah-kabilah terbesar untuk bersimenda dengannya.
Kemudian beliau mengajari para pengikutnya, seperti, bagaimana cara menghormati
kaum wanita dan memuliakan istri-istrinya, serta berlaku adil terhadap mereka.
Ketika Nabi SAW. wafat beliau
meningglkan sembilan istrinya sebgai Ummahatu ‘i mukmini (Ibu-ibu kaum
mukmin). Mereka, bertugas mengajari istri-istri kaum mukmin tentang hukum-hukum
yang khusus untuk kaum wanita yang harus mereka ketahui, langsung dari kaum
wanita sendiri, bukan dari kaum pria. Dan seandainya Nabi SAW. hanya
meninggalkan seorang istri pastilah manfaatnya tidak akan seperti beliau
meningglakan sembilan istri (mengingat funsi mereka yang sangat penting).
Singkatnya, dalam berpoligamy Nabi SAW tidak bermaksud
seperti yang dikehendaki oleh seorang raja, amir, dan hartawan yang hanya ingin
bersenang- senang dengan wanita. Sebab, kalau saja beliau bermaksud demikian,
niscaya beliau akan memilih wanita- wanita tercantik da perawan, seperti yang
pernah beliau sarankan kepada salah seorang sahabat yang mengawini seorang
janda.
هَلاَ بِكْرًا تَلاَ
عِبُهَا وَ تُلاَعِبُكَ وَ تَظَحِكُهَا وَتُظَا حِكُهَا.
Artinya :
Mengapa bukan (yang masih) perawan, (hingga) engkau bisa
bermain-main dengannya, dan ia pun bisa bermain-main denganmu, kemudian engkau
bisa bersenang- senang dengannya, dan ia pun bisa bersenang-senang denganmu.
(H.R. Bkhari dan Muslim)
DAFTAR PUSTAKA
Surin, Bactiar, Adz-Dzikraa terjemah & tafsir
Al-Qur’an dalam huruf Arab & Latin juz 1-5 : Angkasa Bandung.
Hatta, DR.Ahmad,
MA_”Tafsir Qur’an perkata Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul&Terjemah : Maghfirah Pustaka.
Rasjid, H.Sulaiman, Fiqih
Islam : Sinar Bari Algesindo.
Hajar Al Agalani, Ibnu,
Fathul Baari Shahih Al-Bukhari jilid 22.
Terjemah Tafsir Al-Maraghi
4 : Toha Putra Semarang.
[1] Hatta, DR.Ahmad, MA_”Tafsir Qur’an perkata Dilengkapi dengan Asbabun
Nuzul&Terjemah : Maghfirah Pustaka,77.
[2] Berlaku adil ialah
perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran
dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[3] Islam
memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini
poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi
Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
[4] Hatta, DR.Ahmad, MA_”Tafsir Qur’an perkata
Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul&Terjemah : Maghfirah Pustaka,77.
[5] Hajar Al Agalani, Ibnu,
Fathul Baari Shahih Al-Bukhari jilid 22, 302-303.
[6] Surin, Bactiar, Adz-Dzikraa terjemah & tafsir Al-Qur’an dalam
huruf Arab & Latin juz 1-5 : Angkasa Bandung, 315.
[7] Terjemah Tafsir Al-Maraghi
4 : Toha Putra Semarang, 375.
[8] Terjemah Tafsir Al-Maraghi
4 : Toha Putra Semarang, 325-326.
[9] Terjemah Tafsir Al-Maraghi
4 : Toha Putra Semarang, 326.
[10] Rasjid, H.Sulaiman, Fiqih
Islam : Sinar Bari Algesindo, 374.
[11] Surin, Bactiar, Adz-Dzikraa terjemah & tafsir Al-Qur’an dalam
huruf Arab & Latin juz 1-5 : Angkasa Bandung, 312.
[12] Terjemah Tafsir Al-Maraghi
4 : Toha Putra Semarang, 328.
[13] Terjemah Tafsir Al-Maraghi
4 : Toha Putra Semarang, 331.
Nice shared, Thanks....
BalasHapusNggak kepikiran untuk beristri lebih dari satu, satu istri saja belum punya,hehe...