Social Icons

Facebooktwitter

Pages

Sabtu, 06 Oktober 2012

Makalah Teknologi Pendidikan_Shofia Fajrin PG B



M A K A L A H
Teknologi Pendidikan
e – Learning”




Dosen Pengampu :

Kurnia Hidayati, M.Pd.
198106202006042001

Disusun Oleh :
Shofia Fajrin Hardiyanti
210611068



JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2012












BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sistem pembelajaran elektronik atau e-pembelajaran (Inggris: Electronic learning disingkat E-learning) adalah cara baru dalam proses belajar mengajar. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan e-learning, peserta ajar (learner atau murid) tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari seorang guru secara langsung. E-learning juga dapat mempersingkat jadwal target waktu pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh sebuah program studi atau program pendidikan.

Rumusan Masalah
1.      Apa itu e-learning ?
2.      Bagaimana cara pembelajaran dengan e-learning ?
3.      Faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam memanfaatkan e-learning ?
4.      Bagaimana E-learning dan internet dalam pembelajaran?
5.      Apa saja model yang diterapkan dalam e-learning?
6.      Bagaimana Evaluasi e-learning?






BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian e-learning
E-learning singkatan dari electronic learning, merupakan Istilah popular dalam pembeajaran on-line berbasis Internet dan Internet. Teknologi e-learning ini mrupakan sebuah teknologi yang dijembatani oleh  internet, membutuhkan  sebuah media untuk dapat menampilkan materi-materi kursus dan pertanyaan-pertanyaan dan juga membutuhkan fasilitaskomunikasi untuk dapat saling bertukar informasi antara peserta dengan pengajar. Telelearning merupakan hubungan antara orang dan sumber yang menggunakan media teknologi komunikasi dan belajar sebagai tujuannya, On line learning merupakan pemanfaatn sebagaian dari pembelajaran berbasis teknologi dan menggambarkan pembelajaran lewat inetrnet. E-learning merupakan pembelajaran berbasis teknologi, mencakup sejumlah aplikasi dan proses, termasuk pembelajaran berbasis computer, pembelajaran berbasisis classroom, dan digital collaboration.
Distance learning adalah suatu proses membawa informasi pembelajaran yang ditujukan kepada siswa pada waktu, tempat, dan tampilan yang tepat. [1]

2. Cara pembelajaran dengan e-learning
1.      Soal-soal. Materi dapat dapat disediakan dalam bentuk modul, adanya soal-soal yang disedian, dan hasil pengerjaannya dapat ditampilkan. Hasil tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur, dan pelajar medapatkan apa yang dibutuhkan.
2.      Komunitas. Para pelajare dapat mengembangkan komunitas on-line ­ untuk memperoleh dukungan dan saling berbagi informasi yang saloing menguntungkan
3.      Multimedia. Pengunaan teknologi audio dan video dalam penyampaian materi sehingga minat dalam belajar

3. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memanfaatkan e-learning
1.      Peserta didik selalu membawa pikiran, pemahaman, dan pengalaman sendiri ketika mulai belajar.
2.      Kemampuan kognitif peserta didik berkembang dengan kecepatan berbeda.
3.      Peserta didik belajar dengan cara dan kecepatan berbeda.[2]
4. E-learning dan internet dalam pembelajaran
Pemanfaatan internet untuk e-learning di sekolah dapat meningkat apabila fasilitas yang mendukungnya memadai, baik fasilitas yang berupa infrastruktur maupun fasilitas yang bersifat kebijakan. Karena itu demi kelancaran terapan e-learning dalam proses belajar mengajar, perlu diantisipasi hambat-an-hambatan yang sering muncul seperti ketersediaan telepon dan listrik. Penggunaan internet untuk pembelajaran sering disebut e-learning. Istilah lain untuk menamakan penggunaan internet dalam pembelajaran ialah Pembelajaran berbasis jejaring (web-based instruction), belajar on-line (online learning), ruang kelas virtual (classroom virtual), atau pembelajaran berbasis WWW (WWW based instruction).
Semua istilah tersebut menyiratkan penger-tian bahwa pembelajar terpisah dari pengajar secara jarak jauh, pembelajar menggunakan teknologi untuk mengakses bahan ajar, pembelajar menggunakan teknologi internet untuk berinteraksi dengan pengajar dan pembelajar yang lain, dan terdapat bantuan belajar yang disediakan bagi pembelajar. Anderson & Elloumi (2004) mendefinisikan e-learning sebagai penggunaan internet untuk mengakses bahan ajar, berinteraksi dengan isi bahan ajar, pengajar dan peserta ajar lainnya, dan mendapatkan bantuan belajar selama proses pembe-lajaran, untuk dapat memperoleh pengetahuan, mengkonstruksi pemahaman, dan bertumbuh kembang melalui pengalaman belajar.[3]
5. Model e-learning

1.      Web Course  adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka.
2.      Web centric course  adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampaikan melaui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka
3.      Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas.



6. Evaluasi e-learning
Terdapat banyak alat/instrumen (dari berbagai literatur) yang rinci untuk
melakukan evaluasi e-learning. Pada umumnya dibagi menjadi dua jenis. Pertama, ada
instrumen on-line untuk menilai, karakteristik-karakteristik pengguna dari perangkat
lunak. Kedua, ada alat-alat untuk merekam dan meneliti pemakaian dengan jangka
waktu dan frekuensi, baik melalui catatan dalam, halaman-halaman pengakses, profil
pengguna dll. Dari pemaparan ini, maka ada dua bagian yang perlu diketahui dalam
melakukan evaluasi WBT termasuk e-learning , yaitu:

1. Evaluasi Produk
Satu hal yang paling mendominasi evaluasi e-learning adalah menguraikan daftar perangkat lunak pendidikan tertentu tentang spesifikasi yang ada dalam perangkat tersebut. Kebanyakan daftar ini diterbitkan oleh pengembang-pengembang perangkat lunak. Sebenarnya, hal ini bukan untuk maksud menanyakan kegunaan daftar/laporantersebut atau meragukan kebenaran yang ada didalamnya, melainkan hanya sebuah evaluasi “yang bukan kontekstual” yang bisa diterima akan produk yang dihasilkan.

2. Evaluasi Kinerja
Scrivens (2000) di AS, menggunakan istilah ”evaluasi kinerja” untuk sesuatu yang akan dilakukan, di Eropa disebut sebagai penilaian siswa. Secara singkat dapat didefenisikan bahwa evaluasi kinerja siswa adalah suatu indikator tangguh yang menunjukkan efektivitas penyelengaraan e-learning. Lebih dari itu, suatu survey melaporkan tentang evaluasi kinerja dalam konteks e-learning sebagian besar terkait dengan peralatan dan instrumen-instrumen on-line untuk menguji pengetahuan pelajar berbasis kinerja (Piskurich & George, 2003).[4]






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
E-learning telah mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis. E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi, peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.



DAFTAR PUSTAKA
Diat Prasojo, Dr. Lantip. Teknologi Informasi Pendidikan. Yogyakarta: Gava Media. 2011.
http://unggul.wordpress.com di akses pada 27 Deptember 2012
Banawi , Anasufi.bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/ELEARNING.pdf.  di akses pada 27 September 2012




[1] Lantip Diat Prasojo. Teknologi Informasi Pen didikan. Yogyalarta: Gava Media. 2011. Hal. 207-208
[2] Ibid. hal 216
[3] http://unggul.wordpress.com di akses pada 27 Deptember 2012
[4]  Anasufi Banawi.bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/ELEARNING.pdf.  di akses pada 27 September 2012

Selasa, 25 September 2012

Makalah Akhlaq Tasawuf




AKHLAQ  TASAWUF
”Wawasan tentang Al-Fana, Al-Baqa’, dan Al-Ittihad”



 




NAMA KELOMPOK :
1
Shofia Fajrin Hardiyanti
210611068
2
Luluk Ida Wati
210611069
3
Nuning Farida
210611070

STAIN PONOROGO 2011



Dosen Pengampu


Imam Sayuti Farid









Pengertian Al-Fana
            Fana artinya hilang, hancur. Dalam bahasa Inggris disappear, perish, annihilate. Dapat dipahami bahwa fana merupakan proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan.
            Fana’an Nafs adalah hilangnya kesadaran kemanusiaan dan menyatu ke dalam iradah Allah, bukan jasad tubuhnya yang menyatu dengan Dzat Allah. Fana berbeda dengan al-fasad (rusak). Fana artinya tidak tampaknya sesuatu, sedangkan rusak adalah berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain.
            Fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dnegan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Menurut pendapat lain fana berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan, dapat pula berarti hilangnya sifat-sifat tercela.
            Mustafa Zahri mengatakan bahwa fana adalah lenyapnya inderawi atau kebasyariahan, yakni sifat sebagai manusia biasa yang suka pada syahwat dan hawa nafsu.
            Menurut pendapat lain, fana berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dan sifat ketuhanan.
            Al-Fana secara umum dari penjelasan Al-Junaidi adalah hilangnya daya kesadaranqalbu hal-hal yang bersifat inderawi karena adanaya sesuatu yang dilihatnya. Yang hilang hanyah kesadaran akan dirinya sebagai manusia. Sebenarnya dirinya tetap ada tetapi ia tidak sadar dengan dirinya sendiri dan alam sekitarnya.
            Proses dalam al-fana ada empat :
a.       Sakar, situasi kejiwaan yang terpusat penuh kepada sau titik, sehingga dia melihat dengan perasaannya.
b.      Sathotat adalah gerakan, dalam tasawuf suatu ucapan yang terlontar di luar kesadaran, kata-kata yang diucapkan dalam keadaan sakar.
c.       Al-Zawal Al-Hijab, bebas dalam dimensi sehingga ia keluar di dalam materi dan telah berada di dalam arwah ilahiyat sehingga getar jiwanya dapat menangkap gelombang cahaya dan suara Tuhan.
d.      Ghalab al syuhud tingkat kesempurnaan ia lupa pada dirinya dan alam hanya Allah saja.
Dari sudut psikologi karakteristik fana mistis yaitu hilangnya kesadaran dan perasaan, tidak merasakan apa yang terjadi dalam organismenya dan keakuannya dalam bahasa awan terkesima atau yang sejenis. Maka fana sebenarnya adalah suatu keadaan insidental, tak berlangsung secara terus menerus. Kemampuan adalah karunia Allah tak dapat diperoleh melalui latihan bagaimanapun.
Aliran fana ada dua :
1.      Berpaham moderat disebut fana fi’tauhid adalah seorang telah larut dalam ma’rifatullah dan ia tidak menyadari segala sesuatu selain Allah, maka ia fana dalam tauhid.
2.      Dipelopori oleh Abu Yazid Al-Busthami sebagai penyatuan dirinya dengan Tuhan.
Dengan demikian tujuannya untuk mencapai penyatuan (ittihad) dengan Tuhan. Dari pengertian metafisika yaitu hilangnya bentuk-bentuk adalah fananya bentuk itu pada saat Tuhan memanifestasi (tajalli) dirinya dalam bentuk lain.
Sufisme yang sempunra adalah seseorang yang melihat Tuhan dan dirinya sendiri di dalam pengalaman mistikal baik dengan pengetahuan mistikal maupun penghayatan esoteris. Artinya bahwa dia mengakui adanya esendi dan bentuk (form) tetapi menyadari kesatuan esensial keduanya serta kemutlakan non eksistensi dari form ini adalah fana yang paling tinggi.
Ibnu Arabi berpendapat ada tujuh tahap dalam proses gradual :
a.       Fana’an ma’ashi, meninggalkan dosa.
b.      Menjauhkan diri dari semua perbuatan apapun, hanya Tuhan satu-satunya.
c.       Menjauhkan diri dari sifat-sifat dan kualitas-kualitas dari wujud-wujud kontingen (mumkinul wujud).Sufi sejati adalah mereka yang dapat melihat Tuhan dari Tuhan di dalam Tuhan dan dari mata Tuhan sendiri.
d.      Menyingkir dari personaltas dirinya sendiri.
e.       Meninggalkan seluruh alam.
f.       Menghilangkan segala hal selain Tuhan
g.      Melepaskan semua atribut-atribut atau sifat-sifat Tuhan serta hubungan-hubungan atribut itu.
Tujuan akhir tasawuf Ibnu Arabi adalah pencapaian pengetahuan sejati dan kebahagiaan puncaknya sebagai sufi adalah penyadaran melalui intuisi mistik.

Pengertian Baqa’
            Bahwa proses penghancuran diri (fana) rupanya tidak dapat dipisahkan dari Baqa’ (tetap, terus hidup)
Ada beberapa faham kesufian adanya keseringan fana dan baqa’ :
1.      مَنْ فَنِيَ عَنْ جهْلِهِ بَقِيَ بِعِلْمِهِ, jika kejahatan (ignorance) dari seseorang hilang  yang akan tinggal adalah pengetahuan.
2.      مَنْ فَنِيَ عَنِيَ المَخَا لَفَتِ بَقِيَ فِ المَوَا فَقَا تِ, jika seseorang dapat menghilangkan maksiatnya maka yang akantinggal ialah taqwanya.
3.       مَنْ فَنِيَ عَنِ الاَوْصَا فِ المَذْمَوْمَةِ بَقِيَ بِالاَوْصَافِ المَخْمُوْدَةِ, siapa yang menghancurkan sifat (akhlaq) yang buruk, maka tinggallah baginya sifat-sifat yang baik.
4.      مَنْ فَنِيَ عَنْ اَوْصَا فِهِ بَقِيَ بِاَوْصَا فِ الحَقِّ, siapa yang menghilangkan sifat-sifatnya maka mempunyai sifat Tuhan.
5.      Al-Qasyairi, pendapatnya fananya seseorang dari dirinya dan dari makhluk lain terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang dirinnya.
6.      Nicholson,  fana adalah kalau wujud jasmaninya tak ada lagi, maka yang akan tinggal ialah wujud rohaninyadan  dapat bersatu dengan Tuhan.
Tokoh sufi pertama memunculkan fana dan baqa’ Abu Yazid Al Bustamillah. Beliau salah salah satu tokoh sufi yang telah melewati ma’rifah, mencapai fana dan baqa’ kamudian ittihad bersatu dengan Tuhan.
Hendaklah diketahui bahwa yang mewarnai seesorang adalah perbuatan akhlak dan tingkah laku. Barangsiapa yang menumbuhkan akhlak mulia kemudian meninggalkan dari kekotoran jiwa, dia dapat dikatakan fana (menghilangkan) budi pekerti yang buruk, maka tetap (baqa’)lah dalam kebaikan dan kebenaran.
Barangsiapa dikuasai kebenaran, hingga tidak ada perubahan dalam pendirian baik itu sendiri ataupun tulisan dan nilai-nilainya, maka dia fana (lenyap) dari tuntutan manusia dan baqa’ (tettaplah) kebenaran.
Apabila seseorang telah fana kesenangannya maka baqa’lah kezuhudannya dan barangsiapa fana angan-angannya maka baqa’lah kehendaknya, sebuah syair fana :
فَقَوْمُ تَا هٍ فِى اَرْضِ بِفَقْرٍ # وَقَوْمُ تَا هٍ فِى مَيْدَانِ حَبِّهِ.
فَاَفَنَوْا ثْمَّ اَفْنَوْا ثْمَّ اَبْقَوْا     # وَاَبْقَوْابِالبَقَا ءِ مِنْ قُى بِ رَبِّهِ.
Sebagian orang bingung di bumi ini karena kefakiran, sebagian orang bingung karena cintanya, kemudian lenyap-lenyap, tinggallah dia di dekat Tuhannya.
            Mula pertama dia fana dari diri dan sifatnya, karena baqa’ sifat Tuhan. Kemudian memfanakan sifat Tuhan dengan meleburkan diri kepada wujud Tuhan.
            Orang baqa’ kepada Tuhan berarti menyirnakan dirinya. Ia bekerja bukan untuk mendapatkan manfaat bagi dirinya dan bukan untuk untuk menolak mudarat yang menimpanya.
            Salah satu fana pengagungan selain Allah adlah hadits Abi Hasyim : “Apakah dunia itu ? Adapun yang sudah adalah merupakan impian, sisanya adalah kemauan dan tipuan.”
            Penjelasan dari Ibnu Qayyim : Fana dalam tauhid berbarengan dengan baqa’ yaitu penetapan terhadap Tuhan yang haq dalam hatimu Dan menghilangkan Tuhan selain Allah. Disinilah bertemu antara nafi’ dan istibat. Nafi’ adalah fana’ dan istibat adalah baqa’ .
            Sebagai akibat dari fana adalah baqa’. Menurut para sufi baqa’ adalah kekalnya sifat terpuji, dan sifat Tuhan dalam diri manusia. Dalam istilah tasawuf fana dan baqa’ beriringan.
اِذَا َشْرَقَ نَوْرُالبَقَا ءِ فَيَفْنَى مَنْ لَمْ يَكُنْ وَيَبْقَر مَنْ لَمْ يَزُلُ.   
Apabila tempat nur kebaqaan, maka fanalah yang tiada dan baqalah yang kekal.
            Tasawuf adalah mereka fana dari dirinya dan baqa’ dengan Tuhannya. Karena kehadiran hati mereka bersama Allah. Jadi fana adalah lenyaplah sifat-sifat basyariyah, akhlak tercela, kebodohan, dan maksiat dari diri manusia. Baqa’ adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan untuk mencapai baqa’ ini diperlukan usaha bertaubat, bebrdzikir, beribadah, menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji.
            Yang dituju fana dan baqa’ adalah mencapai persatuan rohani dan batiniah dengan Tuhan, sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Fana dan baqa’ erat hubungannya dengan ittihad. Seorang sufi telah merasa dirinya menyatu dengan Tuhan dan memanggil yang satu dengan
“Hai Aku”                                                                          فَيَقُوْلُ الوَاحِد لِلاٰخَرِيَا اَنَا
Maka yang satu dengan yang lainnya mengatakan “aku”.
            Au Yazid Al-Bustami (wafat 874 M) sufi pertama. Nama kecilnya Thaifur. Beliau telah fana dan mencapai baqa’ dari mulutnya keluarlah kata ganjil,
Tidak ada Tuhan selain aku, maka sembahlah aku                       لإِلٰهَ اِلاَّ اَنَا فَاعْبُدْ نِى
Maha suci aku, maha suci aku, maha besar aku, سُبْحَا نِى, سُبْحَا نِّى, مَا اَعْظَا مُ شَا ءْنِى
Kata itu bukanlah darinya tapi dari Allah, beliau tidak mengakuinya sebagai Tuhan. Bagi orang yang bertoleran dipandang sebagai penyelewengan, bagi yang keras pada agama, dipandang sebagai kekufuran. Untuk mencapai ittihad dipandang sufi sebagai liqa al rabbi.

Kondisi Fana dan Baqa’ dengan Ma’rifah
            Fana artinya lenyap dan baqa’ artinya tetap. Fana dan baqa’ selalu menyattu dalam kondisi kerohanian tertentu. Fana merupakan permulaannya sedangkan baqa’ merupakan akhir perjalanannya, tetapi  keduanya tidak pernah diselingi oleh kondisi kerohanian yang lain, kecuali selalu sambung menyambung. Oleh karena itu sufi mengibaratkan fana dan baqa’ sebagai satu mata uang logam yaitu disisi yang satu adalah fana, sedangkan disisi yang lain adalah baqa’.
            Sufi dari lairan tasawuf mengartikan fana sebagai berikut; pertama, fana kebodohan, (ketidak tahuan), lalu timbul baqa’ sikap – tahuan. Kedua, fana, maksiat, lalu timbul baqa’ ketaaatan. Ketiaga, fana, kelalaian, lalu timbul baqa’ ingat kepada Allah. Keempat, fana sifat- sifat buruk, lalu timbul baqa’ sifat-sifat baik. Tetapi dari aliran Tasawuf Irfani mengartikan fana sebagai kondisi lenyapnya kesadaran hamba, lalu timbul baqa’ sebagai keabadian kekuasaan Allah yang tetap[17].
            Pengalaman sufi untuk sampau kondisi fana dan baqa’, dimulai dari dzikir dan tafakur untuk meniadakan diri (fana). Tetapi sebelum datangnya  fana, lebih dahulu diawali oleh ketidak-sadaran diri (al-sukru), yang sering juga disebut dengan al jazb, karena sufi yang mengalami kondisi kerohanian tersebut, sering berperilaku aneh-aneh. Lalu muncul fana, kemudian bersamung dengan baqa’, lalu sadar kembali, yang disebut al-sahwu, kemudian fana kembali, inilah yang disebut kondiis peniadaan yang tidak tiada, fanau al fana, lalu muncul lagi ketetapan yang sudah tetap, baqau al baqa’. Ini merupakan kondisi kerohanian yang sangat mendatangkan ma’rifah. Jadi ma’rifah belum bisa didapatkan sufi keika belum satu kali fana dan baqa’. Bahkan ada sufi yang mencapai tiga kali fana dan baqa’. Baru dapat mencapai ma’rifah yang diharapkan yang disebut tajalli.
            Ma’rifah yang diperoleh dari fana dan baqa’ sebagaimana tersebut di atas, meliputi beberapa tingkatan :
1.      Ma’rifah dengan ciptaan Allah (اَلمَعْرِفَةُ اَفْعَا لِلهِ ) didapat dari
 فَنَاءُ الفَنَاءِ فِى اَفْعَا لِلهِ
2.      Ma’rifah dengan nam Allah (اَلمَعْرِفَةُ فِى اَسْمَا ءِا للهِ) didapat dari
 فَنَاءُ الفَنَاءِ فِى اَسْمَاءِاللهِ
3.      Ma’rifat dengan sifat Allah (اَلمَعْرِفَةِ فِى صِفَا تِاللهِ) didapat dari
 فَنَاءُ الفَنَاءِ فِى صِفَا تِ اللهِ
4.      Ma’rifah dengan dzat Allah (اَلمَعْرِفَةِ فِى ذَا تِ اللهِ) didapat dari
 فَنَاءُ الفَنَاءَ فِى ذَا تِ اللهِ
Tentu saja ma’rifat dari tingkatan pertama sampai tingkatan keempat selalu diawali juga oleh :
بَقَاءُالبَفَاءِ فِى اَسْمَاءِاللهِ, بَقَاءُالبَفَاءِ فِى اَفَعَاءِاللهِ
قَاءُالبَفَاءِ فِى ذَا تِ الله , َبَقَاءُالبَفَاءِ فِى صِفَا تِ اللهِ
Pengertian Ittihad
            Ittihad adalah bahwa tingkatan tasawus seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan.
            A.R. Ai Badawi berpendapat dalam ittihad yang dilihat hanya satu wujud. Dalam ini identitas telah hilang, telah menjadi satu. Ittihad berada dalam lapangan yang kurang terang dan bersama hulul dan tauhid daripada bagian ilmu tasawuf.
            Abu Yazid Al-Bustami sebagai penyebar dan membawa ittihad dalam tasawuf. Ia jarang keluar di Bistam. Sebagian besar waktunya ia gunakan untuk beribadah dan memuja Tuhan.
            Pabila seorang sufin telah berada dalam keadaan fana, maka pada saat itu ia telah dapat menyatu dengan Tuhan sehingga wujudnya kekal (baqa’). Di dalam perpaduan itu ia menemukan hakikat jati dirinya sebagai manusia yang berasal dari Tuhan, itulah arti dari Ittihad.
            Paham ini timbul sebagai konsekuensi lanjut dari pendapatnya, bahwa jiwa manusiaadalah pancaran dari nur ilahi, akuannya manusia itu adalah pancaran dari Yang Maha Esa.
            Ittihad adalah barangsiapa yang mampu membebaskan diri dari alam lahiriyahnya dari kesadarannya sebagai insan, maka akan memperoleh jalan kepada sumber arahnya. Ia akan menyatu padu dengan yang tunggal, yang dilihat dan dirasakan hanya stu, itulah ittihad.
            Situasi Ittihad diperjelas oleh Bayazid dalam ungkapannya :
قل يا ابا يزيد انهم كلهم خلقى غيرك . فقلت فاءنا أنت وأنت أنت أنا
Tuhan berkata,”Semua mereka kecuali engkau, adalah makhluk-Ku, akupun berkata,”Aku adalah Engkau, Engkau adalah aku. Selanjutnya.”
انى اناالله لا اله الا انا فاعبدنى
Saya inilah Allah, tiada Tuhan Aku, sembahlah Aku.
            Kata-kata itu adalah sab da Tuhan yang disalurkan melalui lidah Bayazid yang dalam keadaan fana’an nafs. Oleh karena itu sebenarnya dia tidak mengaku dirinya sebagai Tuhan seperti yang dilakukan Fir’aun.


DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Prof.H.A. Rivay, Tasawuf

Nata, Prof.Dr.H.Abudin, M.A., Akhlaq Tasawuf

Drs.H.A. Mustafa, Akhlak Tasawuf

Drs.Mahjudin, M.Pd.I, Akhlak Tasawuf I Mukjizat Nabi, Karomah Wali, dan Ma’rifah Sufi, Kalam Mulia



[17] Adnan Haqq, Al-Sufiyyah wa Al-Tasawuf, Maktabah Al-Farabi, Damascus.tt, hal.85